Sabtu, 28 Maret 2009

Kusta

Sinonim

Lepra, Morbus Hansen

Definisi

Penyakit Kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang, dan testis.

Epidemiologi

  • Berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika, dan Amerika.
  • Dapat menyerang semua orang, dan juga semua umur.
  • Pernah dijumpai penderita kasus tuberkuliod pada usia dua setengah bulan.
  • Serangan untuk pertama kalinya pada usia di atas 70 tahun sangat jarang.
  • Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun, penah ditemukan di Pulau Nauru, pada keadaan epidemi.
  • Di Brazil, terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut.
  • Ras Cina, Eropa, dan Myanmar lebih rentan terhadap bentuk lepromatous dibandingkan dengan Ras Afrika, India, dan Melanesia.
  • Beberapa faktor yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain adalah geografis. iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi, dan genetik.

Klasifikasi

Tipe PB (Pausibasilar) = tipe kering

  • Makula datar, papul, nodus.
  • Terdapat 1-5 lesi.
  • Hipopigmentasi.
  • Distribusi asimetris.
  • Hilangnya sensasi jelas.
  • Kerusakan saraf hanya 1 cabang saraf.

Tipe MB (Multibasilar) = tipe basah

  • Makula datar, papul, nodus.
  • Terdapat > 5 lesi.
  • Erytema.
  • Distribusi simetris.
  • Hilangnya sensasi tidak jelas.
  • Banyak kerusakan saraf.

Etiologi

Disebabkan oleh Mycobacterium leprae.

Secara morfologik, M.leprae berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa irreguler besar yang disebut sebagai globi. Pada mikroskop elektron, tampak M.leprae mempunyai dinding yang terdiri dari 2 lapisan, yakni lapisan peptidoglikan pada bagian dalam dan lapisan transparan lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida pada bagian luar. Dinding polosakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20 nm. Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik pada M.leprae, yaitu adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin.

Telah ditemukan struktur kimia suatu antigen, terutama phenolic glicolipid (PGL), sehingga menghasilkan revolusi dalam serodiagnosis penyakit kusta. Antigen ini ternyata dapat ditemukan pada jaringan Armadillo yang terinfeksi M.leprae. PGL terdiri dari 3 macam, yakni PGL-1, PGL-2, PGL-3.

M.leprae adalah basil obligat intraseluler yang terutama dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit. Basil ini dapat ditemukan dimana-mana, misalnya di dalam tanah, air, udara, dan pada manusia terdapat di permukaan kulit, rongga hidung, dan tenggorokan. Basil ini dapat berkembang biak di dalam otot polos, otot erektor pili, otot dan endotel kapiler, otot di skrotumm, dan otot iris di mata. Basil ini juga dapat ditemukan dalam folikel rambut, kelenjar keringat, sekret hidung, mukosa hidung, dan daerah erosi atau ulkus pada penderita tipe boderline dan lepromatous.

M.leprae merupakan basil Gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai struktur yang sama dengan gram positif yang lain, yaitu mengandung DNA dan RNA dan berkembang biak secara binary fision dan membutuhkan waktu 11-13 hari.

Kriteria identifikasi, ada 5 sifat khas M.leprae, yakni:

  1. M.leprae merupakan parasit intraseluler obligat yang tidak dapat dibiakan pada media buatan.
  2. Sifat tahan asam M.leprae dapat diekstraksi oleh piridin.
  3. M.leprae merupakan satu-satunya mikrobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-Dihydroxyphenylalanin).
  4. M.leprae adalah satu-satunya spesies mikrobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf perifer.
  5. Ektrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen-komponen antigenik yang stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous.

Patogenesis



Manifestasi Klinik

Ada 3 tanda kardinal, yaitu:

  1. Lesi kulit yang anestesi.
  2. Penebalan saraf perifer.
  3. Ditemukannya M.leprae (bakteriologis positif).

Klasifikasi Klinis:

Tipe TT (Tuberkuloid-Tuberkuloid) = Tipe PB

  • Terdapat pada individu dengan reaksi imunitas seluler baik.
  • Mengenai kulit maupun saraf.
  • Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat.
  • Batas jelas.
  • Pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan di tengah.
  • Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis.
  • Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.

Tipe BT (Boderline Tuberkuloid)

  • Menyerupai tipe TT, yakni berupa makula anestesi atau plak yang sering disertai lesi satelit di pinggirnya.
  • Jumlah lesi satu atau beberapa.
  • Gambaran hipopigmentasi.
  • Kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada tipe TT.
  • Gangguan saraf tidak seberat pada tipe TT dan biasanya asimetrik.
  • Ada lesi yang terletak dekat saraf perifer yang menebal.

Tipe BB (Boderline-Boderline)

  • Tidak stabil.
  • Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai.
  • Lesi dapat berbentuk makula infiltrat.
  • Permukaan lesi mengkilat, batas kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetrik.
  • Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk, maupun distribusinya.
  • Lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval pada bagian tengah, batas jelas yang merupakan ciri khas tipe ini.

Tipe BL (Boderline-Lepromatous)

  • Dimulai dengan makula.
  • Awalnya hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh badan.
  • Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.
  • Walau masih keci, papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah.
  • Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir di dalam infiltratlebih jelas dibanding pinggir luarnya.
  • Beberapa plak tampak seperti punched out.

Tipe LL (Lepromatous-Lepromatous)

  • Individu dengan imunitas seluler rendah.
  • Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilat, berbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
  • Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, sedangkan badan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
  • Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis.
  • Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung.
  • Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis, yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.
  • Kerusakan saraf dermis menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia.

Tipe Indeterminate

  • Satu/dua makula hipopigmentasi.
  • Belum didapatkan gejala lain.
  • Setelah bertahun-tahun dapat berubah bentuk ke tipe lain.

Tempat Predileksi

  1. Nervus auricularis magnus.
  2. Nervus ulnaris: anestesi dan peresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagian jari IV.
  3. Nervus peroneus komunis: kaki semper (drop foot)
  4. Nervus medianus: anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I, II, III, dan sebagian jari IV. Kerusakan N.ulnaris dan N.medianus menyebabkan jari tangan kiting (claw finger), tangan cakar (claw hand).
  5. Nervus radialis: tangan lunglai (drop wrist).
  6. Nervus tibialis posterior: mati rasa telapak kaki, jari kaki kiting (claw toes).
  7. Nervus facialis: logoftalmus, mulut mencong.
  8. Nervus trigeminus: anestesi kornea.

Manifestasi klinik organ lain yang dapat diserang:

  • Mata: iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan.
  • Tulang rawan: epistaksis, hidung pelana.
  • Tulang dan sendi: absorbsi, mutilasi, artritis.
  • Lidah: ulkus, nodus.
  • Larings: suara parau.
  • Testis: epididimitis akut, orkitis, atrofi.
  • Kelemjar limfe: limfadenitis.
  • Rambut: alopesia, madarosis.
  • Ginjal: glomerulonefritis, amiloidisis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

Pembagian Reaksi

Ada 2 tipe reaksi:

  • Reaksi lepra tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas seluler.
  • Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral.

Penanganan Reaksi Kusta

Prinsip pengobatan reaksi kusta terutama ditujukan untuk:

  • Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi paralisis atau kontraktif.
  • Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan bila mengenai mata.
  • Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas.
  • Mengatasi rasa nyeri.

Pengobatan Reaksi Kusta

Prinsip:

  1. Pemberian obat antireaksi.
  2. Istirahat atau imobilisasi.
  3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri.
  4. Obat anti kusta diteruskan.

Obat-Obat AntiKusta

  1. Dapson (4,4'-diamino difenil sulfon, DDS).
  2. DADDS (diasetil-diamino-difenil-sulfon)
  3. Rifampisin.
  4. Klofazimin.
  5. Portionamide dan Etionamide.

Pengobatan Kombinasi (Multi Drug Therapy, MDT)

  1. Rifampisin - DDS
  2. Rifampisin - Lampren - DDS

Kamis, 26 Maret 2009

Gonore

Definisi

Suatu penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.

Etiologi

Gonore disebabkan oleh gonokok. Gonokok termasuk golongan diplokokus yang berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 um, panjang 1,6 um, dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat Celcius, dan tidak tahan zat desinfektan.

Terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.

Galur N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya.


Gejala Klinik

Masa tunas gonore antara 2-5 hari, kadang-kadang lebih lama.

Pada Pria :
  1. Uretritis anterior akuta yang menjalar ke proksimal dan mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata.
  2. Rasa gatal dan panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum.
  3. Disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi.
  4. Pada pemeriksaan tampak orifisum uretra eksternum kemerahan, edem, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen.
  5. Beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.

Pada Wanita:

  1. Mula-mula hanya mengenai serviks uteri.
  2. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah.
  3. Serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen.
  4. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

Komplikasi

Pada Pria:

  1. Tisonitis.
  2. Parauretritis.
  3. Littritis.
  4. Cowperitis.
  5. Prostatitis.
  6. Vesikulitis.
  7. Funikulitis.
  8. Epididimis.
  9. Infertilitas.

Pada Wanita:

  1. Salpingitis
  2. Penyakit Radang Panggul (PRP)
  3. Infertilitas atau kehamilan ektopik
  4. Parauretritis dan Bartholinitis

Pada Pria dan Wanita :

  1. Artritis
  2. Miokarditis
  3. Endokarditis
  4. Perikarditis
  5. Meningitis
  6. Dermatitis

Infeksi non-genital :

  1. Orofaringitis
  2. Proktitis
  3. Konjungtivitis

Rabu, 25 Maret 2009

Penyakit Jantung Hipertensif

Pendahuluan

Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi nomal. Mekanime tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur. Penyulit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantung hipertensif. Penyakit pada jantung ini bisa terjadi pada otot jantung, karena otot jantung mengalami penebalan (hipertrofi) dan juga dapat terjadi pada pembuluh darah koroner yang mengalami proses ateroskeloris yang cepat. Dalam kenyataannya, antara kedua mekanisme penyulit tersebut terdapat kaitan yang erat dan sering terjadi bersamaan.

Patofisiologi

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya ateroskeloris koroner.

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diaastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit jantung koroner.

Faktor Koroner
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat. jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hpertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu : 1) Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. kemudian terjadi resistensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh-pembuluh ini dan meningkatkan tahanan periferl 2) Hipertrofi yang meningkat mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini.

Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas mekanik ventril kiri.

Gejala Klinik
  1. Jantung berdenyut cepat dan kuat.
  2. Tahanan pembuluh darah perifer meningkat.
  3. Sesak napas.
  4. Timbul gejala payah jantung.

Pemeriksaan Penunjang

  1. Radiologi
  2. Laboratorium
  3. EKG
  4. Ekokardiografi

Pengobatan

  1. Diuretik
  2. Golongan anti-simpatis
  3. Vasodilator