Jumat, 08 Mei 2009

GAWAT DARURAT PEMAKAIAN LENSA KONTAK

Komplikasi lensa kontak dapat terjadi pada pemakaian soft lens maupun hard lens dan Rigid Gas Permeable Lens. Komplikasi tersebut memerlukan pertolongan segera supaya penyakit tidak bertambah parah.

Beberapa penyebab komplikasi, yaitu:
  • Faktor Mekanis: bila fitting lensa kontak tidak sempurna atau kualitas lensa kontak tidak baik.
  • Faktor Fisiologis: lensa kontak menyebabkan kebutuhan fisiologis kornea meningkat, mengakibatkan reaksi hipoksia.
  • Faktor lingkungan: lingkungan kotor, udara kotor sangat merugikan pemakai lensa kontak.
  • Faktor Ketidaktaatan dalam menjaga kebersihan lensa kontak, cairan perendam, pemakaian lensa komtak yang terlalu lama (over wearing).

Komplikasi lensa kontak yang sering terjadi adalah:

ULKUS KORNEA

Definisi: Hilangnya lapisan epitel kornea disertai nekrosis stroma dengan inflamasi.

Lokasi: di sentral atau parastrenal.

Etiologi: Keadaan hipoksia pada pemakaian lensa kontak terutama pada extended wear soft lens yang menyebabkan daya tahan menurun dan mudah terkena infeksi bakteri yang berbahaya, seperti Pseudomonas aeruginosa, Acanthamoeba. Infeksi berasal dari tangan kotor, tempat penyimpanan lensa kontak dan cairan-cairan lensa kontak yang terkontaminasi.

Gejala Klinik:

  • mata merah
  • nyeri hebat
  • sekret
  • fotofobia
  • visus sangat menurun.

Pada pemeriksaan:

  • palpebra edema
  • konjungtiva merah
  • injeksi siliar
  • bercak putih pada kornea

Pemeriksaan Fluoresin: Positif, kadang-kadang terdapat flare pada bilik mata depan.

Penanganan:

  • lensa kontak harus segera dibuka
  • pada ulkus, berikan tetes mata sulfas atropin 1% 1-3x/hari, serta tetes mata antibiotika spektrum luas tiap jam.
  • follow up bila ulkus pada kedua mata, penderita harus di rawat inap dan diperiksa setiap hari, bila ulkus luas pada 1 mata, penderita harus di rawat inap dan diperiksa tiap hari selama 1 minggu selanjutnya tiap hari.
  • disarankan membeli lensa kontak baru setelah istirahat 3 bulan.

CLARE (Contact Lens Acute Red Eye)
Definisi: suatu reaksi inflamasi yang serius, sering pada extended wear lens, sering terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur karena lensa kontak digunakan terus-menerus beberapa hari dan tidak dibuka saat tidur.

Gejala klinik:

  • mata merah
  • berair
  • penglihatan menurun
  • nyeri pagi hari

Pemeriksaan : kornea edema dan terdapat infiltrate.

Penanganan:

  • lensa konta harus segera dibuka
  • beri tetes mata antibiotik
  • istirahat lensa kontak selama 2 minggu
  • disarankan tidak menggunakan lensa kontak saat tidur

Jumat, 17 April 2009

AIDS

Definisi
  • HIV adalah virus yang menyerang sistem imun, khususnya sel limfosit T (CD4+). Terdiri dari 2 type : HIV1 dan HIV2.
  • AIDS adalah kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV yang termasuk famili retroviridae, merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

Epidemiologi

  • Wilayah terbanyak Afrika Sub-Sahara.
  • Di dunia 33,2 juta HIV (+), 2,1 juta meningkat karena AIDS.
  • Indonesia --> pertumbuhan epidemik HIV tercepat dengan jumlah kasus 10.384 (papua terbanyak).
  • Insidensi : pria : wanita = 4,07 : 1
  • Usia : 20-29 tahun (53,80%)

Etiologi

Human Imunodeficiency virus tipe 1 & 2.

Sel target HIV :

  • Th CD4+.
  • Sel dendritik.
  • Makrofag.
  • Tc CD8+.
  • Sel NK (CD4+, CCR5).

Faktor Risiko

  • Homoseksual (72%)
  • Penyalahgunaan obat IV (intravena) (17%)
  • Heteroseksual (4%)
  • Resipien transfusi (1 %)
  • Pediatri (1%)

Patogenesis dan Patofisiologi

Manifestasi Klinis

Stadium 1 :

  • Akut
  • Asimptomatik
  • KGB membesar
  • Limfadenopati generalisata yang persisten

Stadium 2 :

  • Persisten hepatosplenomegali tanpa sebab yang jelas
  • Erupsi pruritus papular
  • Angular cheilitis
  • Eritema pada garis ginggiva
  • Infeksi wart virus yang luas
  • Molluscum contangiosum
  • Ulkus pada rongga mulut yang tidak sembuh
  • Pembesaran kelenjar parotis tanpa ada sebab yang jelas
  • Herpes zoster
  • Infeksi saluran pernapasan atas yang kronis (otitis media, otorhhoe, sinusitis, tonsilitis)
  • Penurunan berat badan (<>
  • Gangguan kulit (infeksi mukokutaneus, yaitu seboroik dermatitis, prurigo, fungal nail infection, scabies).

Stadium 3 :

  • Berat badan menurun (>= 10% berat badan)
  • Diare kronik > 1 bulan, disebabkan oleh infeksi patogen bakteri seperti spesies Salmonella, dan Shigella.
  • Fever tidak terdiagnosis/tidak hilang > 1 bulan.
  • Oral candidiasis persisten.
  • Oral hairly leukoplekia.
  • Bronchiectasis dan infeksi oportunistik paru lainnya.
  • Anemia (<>
  • Vulva vagina candidiasis, kronis (>= 3 bulan), tidak responsive pada pengobatan.
  • TB paru.
  • Limfadenitis TB.
  • Pneumonia bacterial yang kambuh.
  • Aktivitas penyakit menurun 50%.

Stadium 4 :

  • Malnutrisi yang tidak membaik dengan terapi standart.
  • Infeksi bakteri (contoh: empyema, pyomyositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis).
  • HIV wasting syndrome.
  • Pneumocytis cranii pneumonia (PCC)
  • Herpes simplex.
  • Candidiasis of oesophagus, trakea, lungs, bronchus.
  • Multifokal leukoencephalopaty
  • Sarkoma kaposi
  • Gangguan kulit --> khas : bruntus-bruntus hitam.
  • Leukoplakia hairy --> putih-putih dipinggir lidah
  • TBC milier
  • TB extra paru
  • Toxoplasmosis
  • HIV encephalopaty
  • Ulkus
  • Drug reaction

Klasifikasi

Senin, 13 April 2009

GONORRHOE PADA WANITA

Gejala :
  • Pada coitus maka eyaculat yang mengandung gonococcus berhubungan dengan vulva, vagina, dan portio. Gonococcus dapat memasuki muara urethra, saluran Bartholini, canalis cervicalis dan rectum. Pada wanita biasanya tidak sanggup memasuki selaput lendir epitel gepeng berlapis banyak dari vulva dan vagina. Hanya pada anak-anak, pada wanita tua dan dalam kehamilan dapat menimbulkan vaginitis dan vulvitis. Mula-mula terjadi infeksi rendah, tetapi sesudah menstruasi, abortus, dan persalinan, kuman tersebut dapat naik ke atas dan menimbulkan infeksi tinggi.
  • Beberapa jam setelah coitus, maka pada wanita yang kena infeksi GO timbul perasaan panas waktu kencing disebabkan radang urethra dan kelenjar paraurethrales. Kemungkinan infeksi di tempat-tempat ini terutama terjadi pada virgo, karena introitusnya sempit hingga emissio penis agak sukar.
  • Kalau cervix yang terserang, yang terutama terjadi pada multiparae karena introitusnya longgar, maka setelah beberapa hari timbul fluor yang bersifat nanah dan berwarna hijau kuning. Fluor ini kemudian dapat menginfeksi urethra dan kelenjar paraurethales. Pada infeksi GO yang baru, maka terjadi urethritis (95%), cervicitis (80%), bartholinitis (20%), procitis (10%).
  • Kalau radang naik maka terjadi endometritis gonorrhoica, salpingitis gonorrhoica dengan gejala sakit di perut bagian bawah, demam tinggi, dan gejala perangsangan peritoneum lainnya. Biasanya ostium abdominalis tubae tertutup hingga peritonotis gonorrhoica jarang terjadi. Selanjutnya dapat terjadi pyosalpinx dan tuboovarial abses.
  • Kalau fluor berlangsung lama dapat terjadi condylomata acuminata pada vagina, vulva, dan sekitarnya.
  • Anak yang lahir dari ibu yang menderita GO dapat menderita conjunctivitis gonorrhoica, yang dulu merupakan sebab penting dari kebutaan. Dengan profilakse dari Crede, infeksi ini dapat dicegah.

Diagnosis :

  • Wanita yang mengeluh tentang perasaan panas waktu kencing harus diperiksa alat kemaluannya.
  • Biasanya terdapat kemerahan pada daerah sekitar orificium urethrae dan pada muara kelenjar Bartholini.
  • Dari urethra terlihat keluarnya sekret bernanah terutama kalau urethra dipijat dengan jari dari atas ke bawah.
  • Dalam vagina terdapat banyak fluor yang berwarna hijau kuning dan cervix yang berwarna merah menyala keluar nanah.
  • Dengan lidiwatten yang steril dibuat sediaan apus dari sekret urethra dan cervix dengan diwarnai secara gram. Kalau terdapat diplococcus seperti buah kopi yang letaknya intraseluler, maka besar kemungkinannya GO yang kita hadapi.
  • Kadang-kadang untuk diagnosa pasti diperlukan pembiakan.
  • Gonorrhoe dapat menjadi kronis akan tetapi tidak menimbulkan kekebalan.
  • Diagnosa gonorrhoe yang menahun hanya dapat ditegakkan dengan pembiakan.

FLUOR ALBUS (LEUCORRHOE) / KEPUTIHAN

Fluor albus bukan penyakit melainkan gejala dan merupakan gejala yang paling sering kita jumpai dalam ginekologi. Yang dinamakan fluor albus adalah cairan yang keluar dari vagina yang bersifat berlebihan dan bukan merupakan darah. Secara normal selalu seorang wanita mengeluarkan cairan dari alat kemaluannya yang berasal dari :
  • ransudat dinding vagina.
  • lendir cervix.
  • lendir kelenjar-kelenjar Bartholini dan Skene.

Fluor albus dapat disebabkan karena :

  • infeksi yang biasanya menimbulkan fluor yang berwarna kuning atau hijau.
  • bertambahnya sekret yang normal, sifatnya jernih.

Cairan di atas tersebut, disebut luar biasa kalau :

  • menimbulkan bercak-bercak pada celana (berwarna kuning atau hijau).
  • berbau.
  • menyebabkan keluhan-keluhan seperti perasaan gatal dan panas pada vulva.

Asal Fluor :

  1. Vulva : sekret dalam vulva dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar Bartholini dan Skene. Sekret ini bertambah pada perangsangan, misalnya sewaktu coitus. Kalau kelenjar-kelenjar tersebut di atas meradang misalnya karena infeksi dengan gonococcus, maka sekret berubah menjadi fluor.
  2. Vagina : vagina tidak mempuunyai kelenjar dan dibasahi oleh cairan transudat dan oleh lendir cervix. pH dalam vagina kurang lebih 5, disebabkan karena kegiatan basil Dorderlein yang mengubah glykogen yang terdapat dalam epitel vagina menjadi acidum lacticum. Dalam kehamilan cairan vagina bertambah secara fisiologis.
  3. Cervix : sekret cervix yang normal bersifat jernih, liat dan alkalis. Sekret ini dipengaruhi hormon-hormon ovarium baik kwantitas maupun kualitasnya. Sekret bertambah juga pada infeksi (cervicitis) yang dipermudah kejadiannya oleh robekan cervix dan tumor cervix.
  4. Corpus uteri : hanya menghasilkan sekret pada fase post ovulatoar. Sekret bertambah pada endometritis akut, kalau ada sisa plasenta, polyp, myoma submucosa, dan carcinoma.
  5. Tuba : walaupun jarang mengeluarkan fluor albus, kadang-kadang terjadi pada hydrosalpinx profluens.

Diagnosa

  • Anamnesa : apakah ada partner dengan gonorrhoe.
  • Keadaan umum.
  • Pemeriksaan dalam.
  • Pemeriksaan mikrobiologis dan bakteriologis.

Cairan yang seperti susu biasanya berasal dari vagina.

Cairan yang liat mukopurulent berasal dari cervix.

Cairan yang purulent biasanya disebabkan gonococcus.

Cairan yang membuih disebabkan Trichomonas.

Zat seperti keju oleh monilia, biasanya disertai gatal yang sangat.

Cairan yang jernih terdapat pada astheni.

Fluor bercampur darah terdapat pada malignitas, endometris senilis.

Fluor albus pada anak biasanya disebabkan oleh : gonococcus, corpus allienum, oxyuris.

Fluor albus pada pubertas dapat disebabkan : astheni, rangsang seksuil (onani).

Fluor albus pada orang tua : pada kalpitis dan endometritis senilis, carcinoma.

Komplikasi :

  • pruritus.
  • ekzema.
  • condylomata acuminata sekitar vulva.

Terapi : Tergantung dari etiologi.

KELAINAN HAID

Kelainan haid yang dijumpai dapat berupa kelainan siklus atau kelainan dari jumlah darah yang dikeluarkan dan lamanya perdarahan.
  1. Amenorrhoe : tidak ada haid.
  2. Pseudoamenorrhoe (kryptomenorrhoe) : ada haid tapi darah haid tidak dapat keluar karena tertutupnya tractus genitalis.
  3. Menstruatio praecox : timbulnya haid pada umur yang sangat muda.
  4. Hypomenorrhoe : haid teratur tetapi jumlah darahnya sedikit.
  5. Oligomenorrhoe : haid jarang, karena siklusnya panjang.
  6. Hypermenorrhoe (menorrhagia) : haid teratur tetapi jumlah darahnya banyak.
  7. Polymenorrhoe : haid teratur, tapi kerap datangnya, karena siklusnya pendek.
  8. Metrorrhagie : perdarahan rahim di luar waktu haid.
  9. Dysmenorrhoe : nyeri pada waktu haid

Kamis, 02 April 2009

PNEUMONIA PNEUMOKOK

Peneumonia Pneumokok disebabkan oleh pneumokokus (Streptococcus pneumoniae). Streptokokus pneumonia tumbuh dalam perbenihan agar darah dalam waktu 24-48 jam. Ada 75 tipe Strptokokus pneumonia, akan tetapi yang virulen hanya 3 tipe.
Pneumonia pneumokok ialah suatu infeksi paru akut yang dapat berupa pneumonia lobaris atau bronchopneumonia. Timbulnya beberapa hari setelah penderita mengalami infeksi saluran pernapasan bagian atas. Penderita-penderita dengan hipogamaglobulinemia atau multiple mieloma peka terhadap infeksi ini, begitu juga pada peminum alkohol.
Diseluruh dunia insiden penumonia yang disebabkan oleh pneumokokus pneumonia, akhir-akhir ini menurun dengan tajam, hal ini disebabkan oleh:
  1. Perbaikan higiene. Oleh karena standar hidup yang makin baik disertai peningkatan pengertian akan pentingnya kesehatan bagi setiap individu.
  2. Pemakaian obat-obat antimikroba. Tersedianya macam-macam obat antimikroba di pasaran dan pemberian antibiotik pada sebagian besar infeksi saluran napas bagian atas, sehingga jarang terjadi penjalaran infeksi saluran napas bagian atas ke saluran napas bagian bawah.

Patogenesis

Kuman yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveol menyebabkan reaksi radang berupa sembab seluruh alveol yang terkena disusul dengan infiltrasi sel-sel radang. Sebagian awal pertahanan tubuh, terjadi fagositosis kuman penyakit oleh sel-sel radang melalui proses psedopodi sitoplasmik yang mengelilingi dan "memakan" bakteri tersebut.

Pada waktu terjadi proses infeksi, akan nampak 4 zona pada daerah keradangan tersebut, yaitu:

  1. Zona luar: Alveol yang terisi kuman pneumokok dan cairan sembab.
  2. Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah merah.
  3. Zona konsolidasi yang luas: daerah terjadinya fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak.
  4. Zona resolusi: daerah terjadinya resolusi dengan banyak bakteri yang mati, lekosit dan makrofag alveolar.

Hepatisasi merah: daerah perifer yaitu terdapatnya sembab dan perdarahan.

Hepatisasi kelabu: daerah konsolidasi yang luas.

Gejala Klinik

Gejala bersifat akut, penderita merasa badannya panas dingin disertai menggigil dan disusul dengan peningkatan panas badan 40 derajat celcius. Panas badan meninggi pada pagi dan sore hari, atau mempunyai variasi diurnal.

Batuk-batuk terdapat pada 75% penderita, batuk disertai dahak berwarna merah coklat (sputa ruva), kadang-kadang berwarna hijau dan purulen. Dapat pula batuk disertai darah yang bervariasi dari sedikit sampai banyak. Nyeri dada atau nyeri pleuritik dirasakan waktu narik napas dalam (pluritic pain).

Gejala lain yang sering dikeluhkan ialah mialgia terutama di daerah lengan, tungkai dan herpes labialis dijumpai pada 10% penderita.

Pemeriksaan Fisik

Pada inspeksi, penderita tampak sangat sakit, berkeringat, panas tinggi, menggigil. Oleh karena nyeri dada, maka penderita berusaha memfiksir hemotoraks yang sakit, gerakan pernapasan pada bagian yang sakit tertinggal. Pada palpasi didapatkan redup dan pada auskultasi didapatkan suara napas bronkial, ronki basah halus, bronkofoni, whispered pectoriloquoy. Kadang-kadang terdengar bising gesek pleura. Distensi abdomen dijumpai, terutama bila ada konsolidasi dari lobus bawah dan keadaan ini perlu dibedakan dari kolesistitis atau peritonitis akut akibat perforasi.

Laboratorium

Pada pemeriksaan sputum didapatkan banyak sel PMN, diplokokus gram positif yang berbentuk lancet. Jumlah lekosit meningkat 10.000-30.000/mm3, namun 20% dari penderita tidak dijumpai lekositosis. Bila jumlah lekosit kurang dari 30.000/mm3, maka prognosisnya jelek. Hitung jenis shift to the left dan LED selalu tinggi. Bilirubin direk dan indirek naik oleh karena pemecahan sel darah merah yang terkumpul dalam alveol dan disfungsi hepar oleh karena hipoksia.

Radiologi

Terdapat bayangan kesuraman yang homogen pada satu lobus atau lebih.

Pengobatan

  1. Penisilin
  2. Eritromisin
  3. Kloramfenikol
  4. Tetrasiklin
  5. Linkomisin
  6. Sefalotin
  7. Pemberian oksigen melalui kateter nasal atau masker pada penderita dengan pneumonia yang luas disertai sianosis.
  8. Observasi tekanan darah, respirasi dan denyut jantung perlu dilakukan terus-menerus karena hipotensi merupakan tanda hipoksia berat, bakteriemia.

Hati-hati dengan pemakaian vasopresor karena dapat menambah vasokonstriksi dengan akibat penurunan aliran darah ke arteri koroner dan otak.

Komplikasi

  1. Empiema
  2. Efusi pleura
  3. Super infeksi
  4. Perikarditis
  5. Abses paru
  6. Atelektasis
  7. Resolusi yang terlambat
  8. Endokarditis
  9. Meningitis
  10. Gangren
  11. Artritis
  12. Nefritis

Prognosis

Bila yang terkena hanya 1 lobus, maka mortalitas 1%. Bila disertai bakteriemia, leukopenia atau proses pneumonia mengenai 2-3 lobus, maka mortalitas naik menjadi 10%. Mortalitas juga meningkat pada umur tua, pada kehamilan trimester III, dan adanya penyakit penyerta seperti diabetes mellitus, penyakit ginjal, sirosis hati, penyakit jantung, dan penyakit paru sebelumnya.

Filariasis

Sinonim

Elefantiasis tropikal, Filiarosis, Bancrof's filariasis, Malayan Filiariasis, Elefantiasis Arabum.

Definisi

Merupakan penyakit yang selalu terdapat di daerah tropis yang disebabkan oleh infestasi cacing filaria. Penyakit ini ditularkan melalui nyamuk-nyamuk antroprofilik, pada umumnya dari genus culex, aedes, mansonia, dan anopheles. Filariasis menyerang sistem kelenjar dan saluran getah bening.

Etiologi

Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

Siklus Hidup Cacing Filaria
  1. Siklus ekstrinsik (cacing dalam tubuh vektor, yaitu nyamuk). Di dalam tubuh vektor (nyamuk), larva tidak memperbanyak diri tapi bermigrasi dari lambung ke rongga abdomen kemudian ke kepala serta alat tusuk nyamuk.

  2. Siklus intrinsik (cacing dalam tubuh penderita). Melalui tusukan pada kulit, cacing terdapat dalam tubuh penderita mengikuti saluran limfe. Tempat yang disukai adalah kelenjar getah bening panggul dan pangkal paha.

Manifestasi Klinik

Dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu:

  1. Asimtomatik : mikrofilaria ditemukan dalam sirkulasi.
  2. Fase inflamatori, ditandai dengan episode demam, limfangitis, limfadenitis, edema, orchitis, epididimitis, dan funikulitis.
  3. Tingkat obstruksi dan ruptur limfatik, yang dapat menyebabkan hidrokel atau chylocoele pada skrotum yang ditandai dengan kiluria (chyluria) dan asites kilus (chylous ascites).

Infeksi biasanya dimulai dengan limfangitis, orchitis, atau epididimitis yang dapat berkembang menyerupai erisipelas.

Laboratorium

  • Pemeriksaan darah tepi pada ujung jari I dan III, IV diambil malam hari.
  • Pemeriksaan cairan hidrokel dan kiluria.
  • Pemeriksaan untuk menemukan cacing dewasa melalui biopsi pada nodul kelenjar limfe.

Diagnosis Banding

  • Limfangitis karena infeksi bakteri.
  • Lesi di genital didiagnosis banding dengan limfo granuloma venerum.
  • Elefantiasis di kaki didiagnosis banding dengan kromomikosis dan mikosis profunda lainnya.

Pengobatan

  • Dietilkarbamazin.
  • Pembedahan dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki pembengkakan pada jaringan subkutan, skrotum, dan payudara.
  • Edema pada kaki dapat diatasi dengan pembalut tekanan atau stocking elastic dari kaki keatas.

Prognosis

  • Pada infeksi ringan prognosis baik.
  • Pada elefantiasis prognosis kuran baik.

Sabtu, 28 Maret 2009

Kusta

Sinonim

Lepra, Morbus Hansen

Definisi

Penyakit Kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang, dan testis.

Epidemiologi

  • Berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Mesir, Eropa, Afrika, dan Amerika.
  • Dapat menyerang semua orang, dan juga semua umur.
  • Pernah dijumpai penderita kasus tuberkuliod pada usia dua setengah bulan.
  • Serangan untuk pertama kalinya pada usia di atas 70 tahun sangat jarang.
  • Frekuensi terbanyak adalah pada umur 15-29 tahun, penah ditemukan di Pulau Nauru, pada keadaan epidemi.
  • Di Brazil, terdapat peninggian prevalensi pada usia muda, sedangkan pada penduduk imigran prevalensi meningkat di usia lanjut.
  • Ras Cina, Eropa, dan Myanmar lebih rentan terhadap bentuk lepromatous dibandingkan dengan Ras Afrika, India, dan Melanesia.
  • Beberapa faktor yang dapat berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta antara lain adalah geografis. iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, status sosial ekonomi, dan genetik.

Klasifikasi

Tipe PB (Pausibasilar) = tipe kering

  • Makula datar, papul, nodus.
  • Terdapat 1-5 lesi.
  • Hipopigmentasi.
  • Distribusi asimetris.
  • Hilangnya sensasi jelas.
  • Kerusakan saraf hanya 1 cabang saraf.

Tipe MB (Multibasilar) = tipe basah

  • Makula datar, papul, nodus.
  • Terdapat > 5 lesi.
  • Erytema.
  • Distribusi simetris.
  • Hilangnya sensasi tidak jelas.
  • Banyak kerusakan saraf.

Etiologi

Disebabkan oleh Mycobacterium leprae.

Secara morfologik, M.leprae berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, dapat tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok, termasuk massa irreguler besar yang disebut sebagai globi. Pada mikroskop elektron, tampak M.leprae mempunyai dinding yang terdiri dari 2 lapisan, yakni lapisan peptidoglikan pada bagian dalam dan lapisan transparan lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida pada bagian luar. Dinding polosakarida ini adalah suatu arabinogalaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20 nm. Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik pada M.leprae, yaitu adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin.

Telah ditemukan struktur kimia suatu antigen, terutama phenolic glicolipid (PGL), sehingga menghasilkan revolusi dalam serodiagnosis penyakit kusta. Antigen ini ternyata dapat ditemukan pada jaringan Armadillo yang terinfeksi M.leprae. PGL terdiri dari 3 macam, yakni PGL-1, PGL-2, PGL-3.

M.leprae adalah basil obligat intraseluler yang terutama dapat berkembang biak di dalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit. Basil ini dapat ditemukan dimana-mana, misalnya di dalam tanah, air, udara, dan pada manusia terdapat di permukaan kulit, rongga hidung, dan tenggorokan. Basil ini dapat berkembang biak di dalam otot polos, otot erektor pili, otot dan endotel kapiler, otot di skrotumm, dan otot iris di mata. Basil ini juga dapat ditemukan dalam folikel rambut, kelenjar keringat, sekret hidung, mukosa hidung, dan daerah erosi atau ulkus pada penderita tipe boderline dan lepromatous.

M.leprae merupakan basil Gram positif karena sitoplasma basil ini mempunyai struktur yang sama dengan gram positif yang lain, yaitu mengandung DNA dan RNA dan berkembang biak secara binary fision dan membutuhkan waktu 11-13 hari.

Kriteria identifikasi, ada 5 sifat khas M.leprae, yakni:

  1. M.leprae merupakan parasit intraseluler obligat yang tidak dapat dibiakan pada media buatan.
  2. Sifat tahan asam M.leprae dapat diekstraksi oleh piridin.
  3. M.leprae merupakan satu-satunya mikrobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-Dihydroxyphenylalanin).
  4. M.leprae adalah satu-satunya spesies mikrobakterium yang menginvasi dan bertumbuh dalam saraf perifer.
  5. Ektrak terlarut dan preparat M.leprae mengandung komponen-komponen antigenik yang stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatous.

Patogenesis



Manifestasi Klinik

Ada 3 tanda kardinal, yaitu:

  1. Lesi kulit yang anestesi.
  2. Penebalan saraf perifer.
  3. Ditemukannya M.leprae (bakteriologis positif).

Klasifikasi Klinis:

Tipe TT (Tuberkuloid-Tuberkuloid) = Tipe PB

  • Terdapat pada individu dengan reaksi imunitas seluler baik.
  • Mengenai kulit maupun saraf.
  • Lesi kulit bisa satu atau beberapa, dapat berupa makula atau plakat.
  • Batas jelas.
  • Pada bagian tengah dapat ditemukan lesi yang mengalami regresi atau penyembuhan di tengah.
  • Permukaan lesi dapat bersisik dengan tepi yang meninggi, bahkan dapat menyerupai gambaran psoriasis.
  • Dapat disertai penebalan saraf perifer yang biasanya teraba, kelemahan otot, dan sedikit rasa gatal.

Tipe BT (Boderline Tuberkuloid)

  • Menyerupai tipe TT, yakni berupa makula anestesi atau plak yang sering disertai lesi satelit di pinggirnya.
  • Jumlah lesi satu atau beberapa.
  • Gambaran hipopigmentasi.
  • Kekeringan kulit atau skuama tidak jelas seperti pada tipe TT.
  • Gangguan saraf tidak seberat pada tipe TT dan biasanya asimetrik.
  • Ada lesi yang terletak dekat saraf perifer yang menebal.

Tipe BB (Boderline-Boderline)

  • Tidak stabil.
  • Disebut juga sebagai bentuk dimorfik dan jarang dijumpai.
  • Lesi dapat berbentuk makula infiltrat.
  • Permukaan lesi mengkilat, batas kurang jelas dengan jumlah lesi yang melebihi tipe BT dan cenderung simetrik.
  • Lesi sangat bervariasi baik ukuran, bentuk, maupun distribusinya.
  • Lesi punched out, yaitu hipopigmentasi yang oval pada bagian tengah, batas jelas yang merupakan ciri khas tipe ini.

Tipe BL (Boderline-Lepromatous)

  • Dimulai dengan makula.
  • Awalnya hanya dalam jumlah sedikit, kemudian dengan cepat menyebar ke seluruh badan.
  • Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.
  • Walau masih keci, papel dan nodus lebih tegas dengan distribusi lesi yang hampir simetrik dan beberapa nodus tampak melekuk pada bagian tengah.
  • Lesi bagian tengah sering tampak normal dengan pinggir di dalam infiltratlebih jelas dibanding pinggir luarnya.
  • Beberapa plak tampak seperti punched out.

Tipe LL (Lepromatous-Lepromatous)

  • Individu dengan imunitas seluler rendah.
  • Jumlah lesi sangat banyak, simetrik, permukaan halus, lebih eritem, mengkilat, berbatas tidak tegas dan tidak ditemukan gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
  • Distribusi lesi khas, yakni di wajah mengenai dahi, pelipis, dagu, cuping telinga, sedangkan badan mengenai bagian belakang yang dingin, lengan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor tungkai bawah.
  • Pada stadium lanjut tampak penebalan kulit yang progresif, cuping telinga menebal, garis muka menjadi kasar dan cekung membentuk facies leonina yang dapat disertai madarosis, iritis, dan keratitis.
  • Lebih lanjut lagi dapat terjadi deformitas pada hidung.
  • Dapat dijumpai pembesaran kelenjar limfe, orkitis, yang selanjutnya dapat menjadi atrofi testis.
  • Kerusakan saraf dermis menyebabkan gejala stocking dan glove anaesthesia.

Tipe Indeterminate

  • Satu/dua makula hipopigmentasi.
  • Belum didapatkan gejala lain.
  • Setelah bertahun-tahun dapat berubah bentuk ke tipe lain.

Tempat Predileksi

  1. Nervus auricularis magnus.
  2. Nervus ulnaris: anestesi dan peresis/paralisis otot tangan jari V dan sebagian jari IV.
  3. Nervus peroneus komunis: kaki semper (drop foot)
  4. Nervus medianus: anestesi dan paresis/paralisis otot tangan jari I, II, III, dan sebagian jari IV. Kerusakan N.ulnaris dan N.medianus menyebabkan jari tangan kiting (claw finger), tangan cakar (claw hand).
  5. Nervus radialis: tangan lunglai (drop wrist).
  6. Nervus tibialis posterior: mati rasa telapak kaki, jari kaki kiting (claw toes).
  7. Nervus facialis: logoftalmus, mulut mencong.
  8. Nervus trigeminus: anestesi kornea.

Manifestasi klinik organ lain yang dapat diserang:

  • Mata: iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan.
  • Tulang rawan: epistaksis, hidung pelana.
  • Tulang dan sendi: absorbsi, mutilasi, artritis.
  • Lidah: ulkus, nodus.
  • Larings: suara parau.
  • Testis: epididimitis akut, orkitis, atrofi.
  • Kelemjar limfe: limfadenitis.
  • Rambut: alopesia, madarosis.
  • Ginjal: glomerulonefritis, amiloidisis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.

Pembagian Reaksi

Ada 2 tipe reaksi:

  • Reaksi lepra tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas seluler.
  • Reaksi lepra tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral.

Penanganan Reaksi Kusta

Prinsip pengobatan reaksi kusta terutama ditujukan untuk:

  • Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi paralisis atau kontraktif.
  • Secepatnya dilakukan tindakan agar tidak terjadi kebutaan bila mengenai mata.
  • Membunuh kuman penyebab agar penyakitnya tidak meluas.
  • Mengatasi rasa nyeri.

Pengobatan Reaksi Kusta

Prinsip:

  1. Pemberian obat antireaksi.
  2. Istirahat atau imobilisasi.
  3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi rasa nyeri.
  4. Obat anti kusta diteruskan.

Obat-Obat AntiKusta

  1. Dapson (4,4'-diamino difenil sulfon, DDS).
  2. DADDS (diasetil-diamino-difenil-sulfon)
  3. Rifampisin.
  4. Klofazimin.
  5. Portionamide dan Etionamide.

Pengobatan Kombinasi (Multi Drug Therapy, MDT)

  1. Rifampisin - DDS
  2. Rifampisin - Lampren - DDS

Kamis, 26 Maret 2009

Gonore

Definisi

Suatu penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.

Etiologi

Gonore disebabkan oleh gonokok. Gonokok termasuk golongan diplokokus yang berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 um, panjang 1,6 um, dan bersifat tahan asam. Kuman ini bersifat gram negatif, tampak di luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat Celcius, dan tidak tahan zat desinfektan.

Terdiri atas 4 tipe, yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai pili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang tidak mempunyai pili dan bersifat nonvirulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan radang.

Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.

Galur N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (NGPP) merupakan galur gonokokus yang mampu menghasilkan enzim penisilinase atau beta-laktamase yang dapat merusak penisilin menjadi senyawa inaktif, sehingga sukar diobati dengan penisilin dan derivatnya.


Gejala Klinik

Masa tunas gonore antara 2-5 hari, kadang-kadang lebih lama.

Pada Pria :
  1. Uretritis anterior akuta yang menjalar ke proksimal dan mengakibatkan komplikasi lokal, asendens serta diseminata.
  2. Rasa gatal dan panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra eksternum.
  3. Disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang-kadang disertai darah, dapat pula disertai nyeri pada waktu ereksi.
  4. Pada pemeriksaan tampak orifisum uretra eksternum kemerahan, edem, dan ektropion. Tampak pula duh tubuh yang mukopurulen.
  5. Beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.

Pada Wanita:

  1. Mula-mula hanya mengenai serviks uteri.
  2. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul bawah.
  3. Serviks tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen.
  4. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

Komplikasi

Pada Pria:

  1. Tisonitis.
  2. Parauretritis.
  3. Littritis.
  4. Cowperitis.
  5. Prostatitis.
  6. Vesikulitis.
  7. Funikulitis.
  8. Epididimis.
  9. Infertilitas.

Pada Wanita:

  1. Salpingitis
  2. Penyakit Radang Panggul (PRP)
  3. Infertilitas atau kehamilan ektopik
  4. Parauretritis dan Bartholinitis

Pada Pria dan Wanita :

  1. Artritis
  2. Miokarditis
  3. Endokarditis
  4. Perikarditis
  5. Meningitis
  6. Dermatitis

Infeksi non-genital :

  1. Orofaringitis
  2. Proktitis
  3. Konjungtivitis

Rabu, 25 Maret 2009

Penyakit Jantung Hipertensif

Pendahuluan

Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas normal. Ini termasuk golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi nomal. Mekanime tersebut terjadi melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara prematur. Penyulit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantung hipertensif. Penyakit pada jantung ini bisa terjadi pada otot jantung, karena otot jantung mengalami penebalan (hipertrofi) dan juga dapat terjadi pada pembuluh darah koroner yang mengalami proses ateroskeloris yang cepat. Dalam kenyataannya, antara kedua mekanisme penyulit tersebut terdapat kaitan yang erat dan sering terjadi bersamaan.

Patofisiologi

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin sebagai penunjang. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya ateroskeloris koroner.

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur dan akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh karena meningkatnya volume diaastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat bila disertai dengan penyakit jantung koroner.

Faktor Koroner
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga meningkat. jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hpertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu : 1) Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. kemudian terjadi resistensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya compliance pembuluh-pembuluh ini dan meningkatkan tahanan periferl 2) Hipertrofi yang meningkat mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi faktor utama pada stadium lanjut dari gambaran hemodinamik ini.

Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktifitas mekanik ventril kiri.

Gejala Klinik
  1. Jantung berdenyut cepat dan kuat.
  2. Tahanan pembuluh darah perifer meningkat.
  3. Sesak napas.
  4. Timbul gejala payah jantung.

Pemeriksaan Penunjang

  1. Radiologi
  2. Laboratorium
  3. EKG
  4. Ekokardiografi

Pengobatan

  1. Diuretik
  2. Golongan anti-simpatis
  3. Vasodilator